Monday, January 19, 2009

Manajemen Sarpras Pesantren

Lembaga pendidikan apa pun tidak akan bisa terlepas dari adanya manajemen. Karena manajemen dalam suatu lembaga sangat diperlukan, bahkan sebagai prasyarat mutlak untuk tercapainya tujuan yang ditetapkan dalam lembaga tersebut. Semakin baik manajemen yang diterapkan, semakin besar pula kemungkinan berhasilnya lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya. Demikian pula sebaliknya.
Berkaitan dengan itu, pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam juga tidak dapat lepas akan perlunya manajemen di dalamnya. Namun, sebagian para penyelenggara pesantren agaknya belum memiliki kesadaran akan hal itu. Hal ini berdasarkan fakta bahwa manajemen pendidikan yang diterapkan pada pesantren dalam upaya pengembangannya, belum diterapkan secara optimal. Padahal dikatakan bahwa manajemen pendidikan Islam – yang di dalamnya terdapat pesantren itu – adalah salah satu upaya strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan Islam. Sebab, manajemen merupakan komponen integral dan tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Dengan demikian, tanpa manajemen tidak mungkin tujuan pendidikan dapat terwujud secara optimal, efektif dan efisien.
Kenyataannya, sebagian besar pesantren masih diliputi oleh suasana dan semangat tradisional, yakni dengan manajemen 'seadanya', kurang disiplin, menerima apa adanya dan seterusnya. Akibatnya, pesantren tidak menghasilkan citra dan output sebagaimana yang diharapkan sebagai representasi atau personifikasi ajaran Islam itu.
Menyadari peran dan posisi penting pesantren yang juga ikut menentukan bagi masa depan bangsa di masa yang akan datang, maka sudah saatnya kini dipikirkan kembali upaya-upaya serius dan menyeluruh untuk memecahkan persoalan-persoalan yang masih menggelayuti pesantren itu.
Dengan tidak berpretensi tulisan ini mampu melakukannya, makalah ini akan mencoba untuk membahas mengenai pesantren dari sudut manajemen sarana dan prasarana pendidikannya. Semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi positif bagi insan pesantren dalam pengelolaan dan pengembangan pendidikannya.
B. Pembahasan
1. Pengertian Sarana dan Prasarana
Sarana berarti segala sesuatu yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu dalam mencapai suatu tujuan. Sedangkan kaitannya dengan pendidikan, sarana adalah peralatan, bahan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan media pengajaran.
Prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terseleggaranya suatu proses. Sementara yang dimaksud prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan; seperti asrama, halaman, kebun, taman pesantren, jalan menuju pesantren. Tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar mengajar, seperti halaman pesantren sebagai lapangan olah raga, komponen tersebut merupakan sarana pendidikan.
Dengan demikian dapat di tarik suatau kesimpulan bahwa sarana dan prasarana pendidikan adalah semua komponen yang sacara langsung maupun tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan untuk mencapai tujuan dalam pendidikan itu sendiri.
Dalam konteks manajemen sarana dan prasarana pendidikan, maka secara sederhana dapat didefinisikan sebagai proses kerja sama pendayagunaan semua sarana dan prasarana pendidikan secara efektif dan efesien.

2. Tujuan Manajemen Sarana dan Prasarana
Manajemen sarana dan prasarana, secara umum bertujuan untuk memberikan layanan secara profesional di bidang sarana dan prasarana pendidikan dalam rangka terselenggaranya proses pendidikan secara efektif dan efesien, khususnya pendidikan di pesantren.
Secara rinci tujuan manajemen sarana dan prasarana pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengupayakan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan melalui sistem perencanaan dan pengadaan yang hati-hati dan seksama,
b. Untuk mengupayakan pemakaian sarana dan prasarana pendidikan secara tepat dan efesien.
c. Untuk mengupayakan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan, sehingga keberadaannya selalu dalam kondisi siap pakai dalam setiap diperlukan oleh setiap personal pesantren.

3. Prinsip-prinsip Manajemen Sarana dan Prasarana
Agar tujuan manajemen sarana dan prasarana tersebut di atas bisa tercapai, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam mengelola sarana dan prasarana pendidikan. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah : prinsip pencapaian tujuan, prinsip efesiensi, prinsip administratif, prinsip kejelasan tanggungjawab dan prinsip kekohesian (terealisasi dlm bentuk proses kerja lembaga secara kompak).

4. Ruang Lingkup Manajemen Sarana dan Prasarana
Setidaknya manajemen sarana dan prasarana meliputi empat hal pokok, yaitu : perencanaan, pengadaan, perawatan dan administrasi yang meliputi inventarisasi dan penghapusan.

a) Perencanaan
Perencanaan dapat dipandang sebagai suatu proses penentuan dan penyusunan rencana dan program-program kegiatan yang akan dilakukan pada masa yang akan datang secara terpadu dan sistematis dalam rangka mencapai tujuan yang telah di tetapkan sebelumnya. Berdasarkan pengertian tersebut, perencanaan sarana dan prasarana pendidikan adalah suatu proses penentua dan penyusunan rencana pengadaan fasilitas pendidikan dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

Rencana tersebut hendaknya memiliki sifat-sifat sebagai berikut : Pertama, harus jelas . Kedua, rencana harus terpadu . Ketiga, mengidentifikasi kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan di pesantren; Keempat, menetapkan prioritas kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan.

b) Pengadaan
Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan pada dasarnya merupakan upaya untuk merealisasikan pengadaan perlengkapan yang telah disusun sebelumnya. Kegiatan pengadaan ini meliputi; analisis kebutuhan. analisis anggaran, seleksi, keputusan dan pemerolehan. Pengadaan Ada beberapa cara untuk mendapatkan perlengkapan yang dibutuhkan, antara lain dengan cara membeli, mendapatkan hadiah atau sumbangan, tukar menukar, dan meminjam.
Dalam kaitannya dengan pengadaan ini, sebaiknya memperhatikan hal-hal sebgai berikut :
1. Menuangkan dalam bentuk program
2. Mengusulkan sarana dan prasarana pendidikan kepada pihak terkait.
3. Mengadakan sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan prioritas dan kemampuan pesantren
4. Mendistribusikan dan pendayagunaan sarana dan prasarana secara optimal.

c) Perawatan
Sarana dan prasrana yang sudah harus dirawat dan dipelihara agar dapat dimanfaatkan dengan optimal, efektif dan efesien. Perawatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan harus dikakukan secara teratur dan berkesinambungan.
Ada beberapa macam perwatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan di pesantren. Ditinjau dari sifatnya, ada empat macam perawatan, yaitu: Pertama, perawatan yang bersifat pengecekan. Kedua, perawatan yang bersifat pencegahan. Ketiga, perawatan yang bersifat perbaikan ringan. Keempat, perawatan yang bersifat perbaikan berat.
Sedangkan apabila ditinjau dari waktu perbaikannya, ada dua macam perawatan sarana dan prasarana pendidikan, yaitu perawatan sehari-hari dan perawatan berkala.
Namun yang terpenting adalah koordinasi dan kerjasama di antara semua pihak di dalam mengelola dan memelihara sarana dan prasarana pesantren agar tetap prima. Oleh karena itu para petugas yang berhubungan dengan sarana dan prasarana pesantren bertanggung jawab langsung kepada kepala pesantren.

d) Inventarisasi
Salah satu aktivitas dalam pengelolaan perlengkapan pendidikan di sebuah lembaga - termasuk pesantren adalah mencatat semua perlengkapan yang dimiliki oleh lembaga. Kegiatan pencatatan semua perlengkapan itu disebut inventarisasi. Dengan demikian, inventarisasi adalah pencatatan dan penyusunan daftar barang milik secara sistematis, tertib dan teratur berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Sedangkan inventaris adalah daftar yang memuat semua barang milik kantor yang dipakai dalam melaksanakan tugas.
Kegiatan inventarisasi sarana dan prasarana pendidikan meliputi dua kegiatan; Pertama Kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan dan pembuatan kode barang; Kedua, Kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan laporan.
e) Penghapusan
Penghapusan adalah kegiatan meniadakan barang-barang milik lembaga dari daftar inventarisasi dengan cara berdasarkan peraturan yang berlaku. Sebagai salah satu aktivitas dalam pengelolaan perlengkapan pendidikan, penghapusan memiliki beberapa tujuan ;
1. Mencegah atau membatasi kerugian yang lebih besar sebagai akibat pengeluaran dana untuk perbaikan perlengkapan yang rusak.
2. Mencegah terjadinya pemborosan biaya pengamanan perlengkapan yang tidak berguna lagi.
3. Membebaskan lembaga dari tanggungjawab pemeliharaan dan pengamanan.
4. Meringankan beban inventaris.
C. Penutup
Dari uraian-uraian singkat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, berhasil tidaknya suatu tujuan pada pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan Islam, sangat ditentukan oleh fasilitas-fasilitas yang terdapat di dalamnya. Semakin lengkap fasilitas yang tersedia, semakin besar pula peluang keberhasilan pesantren dalam mencapai tujuan pendidikannya tersebut. Demikian pula sebaliknya, semakin kurang lengkap fasilitas yang ada, maka akan semakin kecil pula peluang tercapainya tujuan dari pesantren itu.
Kenyataan yang kita temui, sebagian besar pesantren justru berjalan dengan manajemen fasilitas seadanya. Hanya pesantren-pesantren yang masuk kategori maju sajalah agaknya yang mampu bersaing – atau bahkan mengungguli – dengan lembaga-lembaga pendidikan umum.
Demikianlah ada yang dapat penulis sampaikan. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pengelola pendidikan, khususnya lembaga pendidikan Islam (pesantren). Karena kebenaran yang tidak dimanaj dengan baik akan dikalahkan oleh kebatilan yang dimanaj dengan baik (haqqun bi ghairi nizam yaghlibuhu bathil bi nizam). Akankah kita mampu melaksanakannya? Semoga. Amiiin... 

____________________________________ DAFTAR PUSTAKA :
Bafadal, Ibrahim. Dr. M.Pd. 2004. Manajemen Perlengkapan Sekolah. Jakarta : Bumi Aksara.
Burhanuddin et. al. 2003. Manajemen Pendidikan. Malang : Universitas Negeri Malang.
Departemen Agama RI. 2003. Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Madrasah Diniyah. Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam.
Departemen Pendidikan Nasional RI. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Juhairiyah, A.Ma. tt. Administrasi Sarana dan Prasarana Pendidikan. Probolinggo: MTs. Nusantara.
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Cemerlang.

Friday, June 8, 2007

Muslim Berprestasi

Sekiranya kita hendak berbicara tentang Islam dan kemuliaannya, ternyata tidaklah cukup hanya berbicara mengenai ibadah ritual belaka. Tidaklah cukup hanya berbicara seputar shaum, shalat, zakat, dan haji. Begitupun jikalau kita berbicara tentang peninggalan Rasulullah SAW, maka tidak cukup hanya mengingat indahnya senyum beliau, tidak hanya sekedar mengenang keramah-tamahan dan kelemah-lembutan tutur katanya, tetapi harus kita lengkapi pula dengan bentuk pribadi lain dari Rasulullah, yaitu : beliau adalah orang yang sangat menyukai dan mencintai prestasi!
Hampir setiap perbuatan yang dilakukan Rasulullah SAW selalu terjaga mutunya. Begitu mempesona kualitasnya. Shalat beliau adalah shalat yang bermutu tinggi, shalat yang prestatif, khusyuk namanya. Amal-amal beliau merupakan amal-amal yang terpelihara kualitasnya, bermutu tinggi, ikhlas namanya. Demikian juga keberaniannya, tafakurnya, dan aneka kiprah hidup keseharian lainnya. Seluruhnya senantiasa dijaga untuk suatu mutu yang tertinggi.
Ya, beliau adalah pribadi yang sangat menjaga prestasi dan mempertahankan kualitas terbaik dari apa yang sanggup dilakukannya. Tidak heran kalau Allah Azza wa Jalla menegaskan, "Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah ..." (QS. Al Ahzab [33] : 21)
Kalau ada yang bertanya, mengapa sekarang umat Islam belum ditakdirkan unggul dalam kaitan kedudukannya sebagai khalifah di muka bumi ini? Seandainya kita mau jujur dan sudi merenung, mungkin ada hal yang tertinggal di dalam menyuritauladani pribadi Nabi SAW. Yakni, kita belum terbiasa dengan kata prestasi. Kita masih terasa asing dengan kata kualitas. Dan kita pun kerapkali terperangah manakala mendengar kata unggul. Padahal, itu merupakan bagian yang sangat penting dari peninggalan Rasulullah SAW yang diwariskan untuk umatnya hingga akhir zaman.
Akibat tidak terbiasa dengan istilah-istilah tersebut, kita pun jadinya tidak lagi merasa bersalah andaikata tidak tergolong menjadi orang yang berprestasi. Kita tidak merasa kecewa ketika tidak bisa memberikan yang terbaik dari apa yang bisa kita lakukan. Lihat saja shalat dan shaum kita, yang merupakan amalan yang paling pokok dalam menjalankan syariat Islam. Kita jarang merasa kecewa andaikata shalat kita tidak khusyuk. Kita jarang merasa kecewa manakala bacaan kita kurang indah dan mengena. Kita pun jarang kecewa sekiranya shaum Ramadhan kita berlalu tanpa kita evaluasi mutunya.
Kita memang banyak melakukan hal-hal yang ada dalam aturan agama tetapi kadang-kadang tidak tergerak untuk meningkatkan mutunya atau minimal kecewa dengan mutu yang tidak baik. Tentu saja tidak semua dari kita yang memiliki kebiasaan kurang baik semacam ini. Akan tetapi, kalau berani jujur, mungkin kita termasuk salah satu diantara yang jarang mementingkan kualitas.
Padahal, adalah sudah merupakan sunnatullah bahwa yang mendapatkan predikat terbaik hanyalah orang-orang yang paling berkualitas dalam sisi dan segi apa yang Allah takdirkan ada dalam episode kehidupan dunia ini. Baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi, Allah Azza wa Jalla selalu mementingkan penilaian terbaik dari mutu yang bisa dilakukan.
Misalnya saja shalat, "Qadaflahal mu’minuun. Alladziina hum fii shalaatihim" (QS. Al Mu’minuun [23] : 1-2). Amat sangat berbahagia serta beruntung bagi orang yang khusyuk dalam shalatnya. Artinya, shalat yang terpelihara mutunya, yang dilakukan oleh orang yang benar-benar menjaga kualitas shalatnya. Sebaliknya, "Fawailullilmushalliin. Alladziina hum’an shalatihim saahuun" (QS. Al Maa’uun [107] : 4-5). Kecelakaanlah bagi orang-orang yang lalai dalam shalatnya!
Amal baru diterima kalau benar-benar bermutu tinggi ikhlasnya. Allah Azza wa Jalla berfirman, "Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan shalat serta menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus" (QS. Al Bayyinah [98] : 5). Allah pun tidak memerintahkan kita, kecuali menyempurnakan amal-amal ini semata-mata karena Allah. Ada riya sedikit saja, pahala amalan kita pun tidak akan diterima oleh Allah Azza wa Jalla. Ini dalam urusan ukhrawi.
Demikian juga dalam urusan duniawi produk-produk yang unggul selalu lebih mendapat tempat di masyarakat. Lebih mendapatkan kedudukan dan penghargaan sesuai dengan tingkat keunggulannya. Para pemuda yang unggul juga bisa bermamfaat lebih banyak daripada orang-orang yang tidak memelihara dan meningkatkan mutu keunggulannya.
Pendek kata, siapapun yang ingin memahami Islam secara lebih cocok dengan apa-apa yang telah dicontohkan Rasul, maka bagian yang harus menjadi pedoman hidup adalah bahwa kita harus tetap tergolong menjadi orang yang menikmati perbuatan dan karya terbaik, yang paling berkulitas. Prestasi dan keunggulan adalah bagian yang harus menjadi lekat menyatu dalam perilaku kita sehari-hari.
Kita harus menikmati karya terbaik kita, ibadah terbaik kita, serta amalan terbaik yang harus kita tingkatkan. Tubuh memberikan karya terbaik sesuai dengan syariat dunia sementara hati memberikan keikhlasan terbaik sesuai dengan syariat agama. Insya Allah, di dunia kita akan memperoleh tempat terbaik dan di akhirat pun mudah-mudahan mendapatkan tempat dan balasan terbaik pula.
Tubuh seratus persen bersimbah peluh berkuah keringat dalam memberikan upaya terbaik, otak seratus persen digunakan untuk mengatur strategi yang paling jitu dan paling mutakhir, dan hati pun seratus persen memberikan tawakal serta ikhlas terbaik, maka kita pun akan puas menjalani hidup yang singkat ini dengan perbuatan yang Insya Allah tertinggi dan bermutu. Inilah justru yang dikhendaki oleh Al Islam, yang telah dicontohkan Rasulullah SAW yang mulia, para sahabatnya yang terhormat, dan orang-orang shaleh sesudahnya.
Oleh sebab itu, bangkitlah dan jangan ditunda-tunda lagi untuk menjadi seorang pribadi muslim yang berprestasi, yang unggul dalam potensi yang telah dianugerahkan Allah SWT kepada setiap diri hamba-hambanya. Kitalah sebenarnya yang paling berhak menjadi manusia terbaik, yang mampu menggenggam dunia ini, daripada mereka yang ingkar, tidak mengakui bahwa segala potensi dan kesuksesan itu adalah anugerah dan karunia Allah SWT, Zat Maha Pencipta dan Maha Penguasa atas jagat raya alam semesta dan segala isinya ini!
Ingat, wahai hamba-hamba Allah, "Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang munkar dan beriman kepada Allah ...!’ (QS. Ali Imran [3] : 110).
Bundel by UGLY --- Jan '02

Wednesday, June 6, 2007

eL-Afkar

Pesantren Mahasiswa dan Kampus Santri
Perkembangan dunia pendidikan, khususnya lembaga pendidikan Islam dewasa ini sangat menggembirakan. Hal ini, dapat dicermati dengan adanya rekonstruksi bangunan kurikulum yang telah ada menjadi sebuah konsep keilmuan yang utuh dan integralistik. Lembaga pendidikan telah menyiapkan segala perangkatnya untuk bagaimana mencetak generasi-generasi yang tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi, namun juga mempersiapkan anak didiknya untuk memiliki kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual serta kecerdasan-kecerdasan lainnya. Dengan kata lain, pendidikan saat ini sudah didesain sedemikian rupa sehingga kualitas output yang dihasilkan benar-benar dapat menjalani roda kehidupan sesuai dengan zamannya. Mega proyek pendidikan yang sedang ramai digarap saat ini adalah memadukan sistem pendidikan konvensional yang telah berjalan selama ini dengan tradisi pendidikan pesantren.

Berpijak dari ide inilah, maka saat ini dapat kita saksikan menjamurnya bangunan pesantren (baca: ma’had ali) di dalam kampus dan sebaliknya banyak pesantren yang juga ramai-ramai ikut mengembangkan lembaganya dengan membangun kampus dalam pesantren. Model pendidikan seperti ini—sebagaimana yang diungkapkan oleh KH. Abdul Aziz Choiri (Pengasuh Pesantren Al-Ma’ruf Lamongan)—yaitu lembaga pendidikan yang mensalafkan kaum intelektual dan mengintelektualkan kaum salaf. Dalam bahasa lain menurut Imam Suprayogo (Rektor UIN Malang) adalah menjadikan ulama intelek yang profesional dan intelek profesional yang ulama. Kesemuanya ini hanyalah bertujuan untuk memadukan antara—meminjam istilah BJ. Habibie—iman dan taqwa (imtaq) dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Atas kenyataan tersebut, maka dalam tulisan ini penulis akan mengupas fenomena munculnya model lembaga pendidikan baru yaitu pesantren dalam kampus (baca: pesantren mahasiswa) dan kampus dalam pesantren (baca: kampus santri).

Pesantren mahasiswa adalah model lembaga pendidikan yang "menawarkan" kepada para mahasiswa untuk menjadi santri. Sehingga pesantren mahasiswa berfungsi sebagai wahana penggemblengan spriritual dan benteng moral mahasiswa. Termasuk di Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, dengan konsep pohon keilmuannya mewajibkan setiap mahasiswa baru untuk tinggal di pesantren kampus (baca: ma’had sunan ampel al-aly), yaitu pada satu tahun pertama. Di kampus ini semua mahasiswa (apapun jurusannya) diwajibkan untuk tinggal di pesantren selama satu tahun penuh. Dengan demikian diharapkan akan terbentuk mahasiswa yang mantap dalam akidahnya, memiliki wawasan ilmu keislaman yang luas, berakhlaq mulia, dan memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi.

Tetapi dalam pelaksanaannya, pesantren dalam kampus masih banyak kendala. Sebab, meskipun UIN Malang sebagai "universitas Islam", namun banyak sekali mahasiswa yang sebelumnya, belum tahu banyak tentang Islam, atau bahkan sama sekali belum bersentuhan dengan pendidikan ilmu agama Islam, misalnya mahasiswa yang terlahir dari keluarga yang kurang religius dan hidup di ibu kota, sebelum masuk ke universitas tersebut, mereka menempuh studi pada SMP/SMA yang kurang pelajaran agamanya. Apalagi kadang faktor masuknya mereka ke perguruan tinggi Islam itu, karena tidak diterima pada salah satu perguruan tinggi umum yang didambakannya. Jadi, untuk kegiatan demikian ini, yakni sebuah "pesantren" didalam kampus, dari sisi efektifitas "pesantren" jelas minim. Dan sebab itu pula, kurang tepat bila dinamakan pesantren, dan juga bisa dikatakan menyalahi eksistensi pesantren yang lebih dahulu lahir. Sebab para mahasiswa yang tinggal di asrama tersebut, mengikuti program-program yang "dinamakan pesantren" itu, hanyalah "berdasar tekanan", untuk mengisi waktu kosong, di luar jam kuliah yang menjadi tujuan utamanya itu.

Kiranya, menggagas pesantren dalam kampus itu, sama halnya sebuah lembaga pendidikan Islam, seperti yang banyak terdapat di mana-mana, yang sejak awal dibangunnya, para pendirinya menamakan diri "sekolah SMP/SMA Islam berasrama", cuman para pengelola lembaga pendidikan tersebut ingin menciptakan suasana Islami, sehingga mereka meniru peraturan yang dijalankan oleh setiap pesantren, utamanya dalam pergaulan antara siswa-siswinya di kasih jarak sebagaimana para para santri di berbagai pesantren "yang benar-benar pesantren". Sehingga "suasana" dilingkungan sekolah Islam tersebut, hampir mirip dengan pesantren.

Selain pesantren mahasiswa, fenomena lain yang muncul adalah hadirnya kampus-kampus dalam pesantren yang berfungsi sebagai jenjang pendidikan tinggi bagi para santri karena dalam sistem pendidikan ini menawarkan kepada para santri untuk menjadi mahasiswa. Yakni tanpa adanya unsur penekanan. Kita mengambil contoh pesantren Sukorejo Situbondo misalnya. Sebagai pesantren warisan KHR. Asy'ad Syamsul Arifin itu, di dalam pesantren tersebut, pada tanggal 14 Maret 1968 telah berdiri universitas dengan nama Ibrahimy. Yang kemudian dalam perkembangannya universitas Ibrahimy pada 25 Juli 1988, berubah menjadi Institut Agama Islam Ibrahimy (IAII). Yang sampai saat ini institut agama Islam Ibrahimy telah memiliki tiga fakultas: Fakultas Syariah, Fakultas Tarbiyah, dan Fakultas Dakwah. Kemudian pada tahun Akademik 2001-2002 membuka dua akademi yaitu Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Ibrahimy (AMIKI) dan Akademi Perikanan dan Kelautan Ibrahimy (APERIKI). Ditambah dengan membuka cabang Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Ibrahimy di Genteng Banyuwangi dan Sekolah Tinggi Agama Islam Ibrahimy (STAII) di Bagu Lombok Tengah NTB. Ditambah lagi, telah membuka program Pasca Sarjana Magister Agama Islam Institut Agama Islam Ibrahimy (IAII) Sukorejo Situbondo.

Dan kiranya, dari pesantren mahasiswa bentuk kedua ini (baca: kampus santri), kelak para alumninya-pun, kurang tepat bila menulis biodata pribadinya, sebagai "alumni pesantren", dalam kondisi dan untuk tujuan apapun. Sebagaimana yang banyak terjadi sekarang-sekarang ini, yang dilakukan oleh orang-orang anti pesantren, ketika mereka membutuhkan nama pesantren. Dan Fenomena demikian itu, juga sama halnya yang lagi marak akhir-akhir ini, banyaknya kost-kostan mahasiwa-mahasiswi di berbagai kota pendidikan, yang menerapkan suasana religius, dan merubah nama kost-kostan menjadi pesantren.

Tetapi yang lebih penting adalah kita menghargai ikhtiar mereka yang ingin membangun model pendidikan alternatif. Dengan demikian, yang patut kita lakukan sekarang adalah bagaimana mengoptimalkan program yang telah dicanangkan agar dapat berjalan sehingga benar-benar dapat menghasilkan output yang mumpuni. Hemat penulis, memang model lembaga pendidikan ang demikianlah yang cocok dengan keadaan sekarang yang dapat menghasilkan manusia yang memiliki keahlian dan kemampuan secara holistik. Apabila model pendidikan ini berjalan dan berhasil, penulis yakin di Indonesia akan banyak lahir orang-orang yang ahli agama dan mumpuni di bidang sains dan teknologi, ahli politik, ekonomi, sosial-budaya dengan tetap berpegang teguh pada ajaran agama, dan ahli-ahli lainnya. Walhasil, bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur sebab dihuni oleh oarang-orang yang berilmu.[]

Gaul Error: Reduksi Budaya Western

Secara psikologis, masa remaja adalah masa memasuki usia 13-19 tahun ke atas atau disebut juga masa adolesen/pubertas. Di masa itu, perubahan jasmani individual remaja berjalan begitu cepat, sehingga berkonsekuensi pada kebingungan dan ke-‘aku’an dalam mengambil sikap, serta sering berimajinasi dan berkhayal secara negatif. Bahkan perubahannya bergolak hebat dari sisi emosional individual, baik dari aspek rohani maupun jasmani. Dari sisi rohani, sikap berontak pada Tuhan selalu menyelimuti dirinya jika dihubungkan pada kekuasaan yang dilawannya dan kadang malah bersikap sebaliknya.
Mayoritas remaja cenderung mengedepankan ego, nafsu dan kehendak sendiri tanpa mengindahkan pandangan orang lain. Kendati itu orang tua sendiri. Tak aneh bila banyak remaja yang terjerumus dalam pergaulan error.
Menurut James Vander, sosiolog terkemuka, penyimpangan ialah prilaku yang oleh masyarakat dianggap perbuatan tercela dan diluar batas toleransi.
Realitanya, penyimpangan remaja kian tahun kian meningkat. Banyak sekali refleksi pergaulan error yang bisa di kemukakan di sini. Mulai dari level shaghirah (dosa kecil) sampai kabirah (dosa besar), mulai dari pandangan mata sampai pada free friends yang membahayakan. Mungkin, yang menjadi titik tolak awal dari semua penyimpangan pergaulan adalah pacaran. Karena pacaran sangat rentan menimbulkan penyimpangan-penyimpangan pergaulan.
Kalau kita melihat pacaran dari sisi perspektif fikh maka kajiannya hanya cukup sampai di sini. Karena konsekuensi hukum dari pacaran bila melihat realita yang ada sudah jelas (baca; ma'lumun mi al-din bi al-dlarurat). Maka bila dikatakan adakah pacaran yang Islami? Maka jawabannya pasti, pacaran yang Islami hanyalah menikah!. Sedangkan kalau kita melihat dari perspektif sosial maka kajiannya lebih melebar pada penyebab-penyebab kenakalan itu sendiri.

Mayoritas Pelaku Penyimpangan
Dalam hal ini remaja adalah pelaku terbanyak penyimpangan pergaulan dengan cara pacaran. Mayoritas remaja masih belum menyadari bahwa dibalik pacaran terdapat dampak negatif yang sangat membahayakan, disamping dosa yang menjadi beban dan harus dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah Swt.. Karena akibat pacaran dan pergaulan error banyak diantara mereka yang terjebak dalam perangkap zina. Mulai dari sekedar KNP (kissing, necking, petting) sampai free sex (seks bebas), al-ikhtilath (campur-baur), al-khalwat (berduaan), tersebar luasnya pornografi, pornoaksi dipelbagai media cetak, night club, sinema sinetron dan striptease (penari bugil). Kesemuanya membawa misi-misi iblis dan berdampak pada rusaknya norma dan etika.
Padahal, Allah telah melarang mendekati zina, apalagi berbuat zina. Remaja yang tidak mempunyai “rem” iman yang kukuh, hati dan pikirannya akan cenderung berbuat hal-hal negatif dan mudah terpengaruh oleh deviant cultur (kebudayaan menyimpang).
Kalau kita mencoba mengklasifikasi penyebab-penyebab penyimpangan ini kurang lebihnya sebagai berikut:
1. Kurang berpikir proporsional
Remaja, bila cara berpikirnya tidak proporsional, maka perbuatannya cenderung mengarah pada hal-hal yang negatif dan mudah terpengaruh. Akibatnya, banyak remaja yang melakukan banyak penyimpangan dengan alasan banyak mengekor pada temannya atau hanya sebatas happy fun saja.
2. Lemahnya pemahaman dan aplikasi norma Islam.
Remaja adalah salah satu elemen penting yang menjadi sasaran Barat dalam upaya konspirasi mereka terhadap Islam. Khususnya remaja yang kurang mengerti Islam serta hati dan akal pikirannya kosong dari agama Islam. Oleh karena itu remaja Islam dituntut -bahkan wajib- untuk mendalami ajaran agamanya secara komprehensif. Syaikh Burhanuddin al-Zarnuji mengatakan: “Kehancuran bagi seorang ‘alim yang tidak mengamalkan ilmunya dan akan lebih rusak lagi bila orang-orang bodoh yang beribadah (lihat; Ta’lim al-Muta’allim). Apalagi bila bodoh dan tidak beribadah! Tujuan diwajibkannya menuntut ilmu agama adalah agar dapat membedakan perkara haq dan bathil.
3. Vulgaritas media informasi dan minim filter
Media informasi merupakan hal yang sangat dibutuhkan khususnya dikalangan remaja akan tetapi ironisnya informasi yang disenangi kalangan remaja adalah informasi yang berbau hal-hal negatif yang disertai dengan tidak adanya filterisasi atas informasi itu sendiri, baik informasi yang berbentuk bacaan, tayangan, audio visual, internet dan sebagainya.
Media massa sebagai agent of change mulai kehilangan tanggung jawab moralnya. Seringkali menampilkan tayangan yang justru tidak mendidik. Mulai dari sinetron, film, iklan dan sejenisnya bertaburan ajaran amoral dan programnya dibungkus dengan berita. Seperti tayangan sergap (RCTI), Patroli, Jejak Kasus (Indosiar) Derap Hukum (SCTV) Fakta (ANTV) Investigasi (LATIVI) dan program-program sejenis lainnya. Berita tentang kriminal yang memiliki purnajual tinggi tersebut menjadi menu sehari-hari di televisi. Masyarakat, khususnya remaja, setiap hari dicekoki dengan kasus-kasus kriminal yang bagaikan dalam sebuah adegan film, digambarkan kronologis, hatta sedetail-detailnya. Begitu pula dengan tayangan yang bernuansa vulgar atau lebih spesifik tentang penyimpangan seksual. Acara Bantal, Kelambu dan Angin Malam yang dibesut RCTI dan Sensual oleh TRANS TV, dan masih banyak lagi tayangan-tayangan stasiun televisi yang mempunyai prinsip “Moderat” (modal dengkul buka aurat) dan mendorong prilaku kebebasan seks dan rusaknya moral yang ditemukan. Sehingga bila dibiarkan merasuk kedalam jiwa remaja Islam maka hal itu akan mudah menyeret mereka ke jurang iblis yang berakibat pada rusaknya moral, etika dan tentunya tingkat kriminalitas akan semakin tinggi (lihat, Permata edisi 15/8/2003).
4. Kesukaan mengekor budaya Barat
Remaja cendrung mengadopsi budaya Barat. Sedangkan mereka tidak sadar bahwa di balik itu mereka dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam. Ironisnya, ketika remaja ditanyakan kehidupan dan kebiasaannya, mereka punya alasan simple dengan mengatakan anak gaul, funky, modern dan alasan-alasan lain yang tidak sejalan dengan kultur, etika, dan norma-norma Islam. Apakah hal ini merupakan sebuah bukti bahwa budaya, ajaran dan norma-norma Islam telah rusak di injak-injak oleh muslim sendiri?
Konklusinya, Islam bukanlah agama yang tidak memiliki budaya. Islam adalah agama yang komprehensif. Islam tidak menutup diri untuk menerima budaya lain dengan catatan budaya yang masuk harus di-filter terlebih dahulu dan disesuaikan dengan norma-norma Islam. Sedangkan dalam penyimpangan pergaulan ini, langkah-langkah yang harus diambil untuk lebih menetralisir kenakalan remaja hanya ada satu jalan yaitu harus kembali pada jalan Allah (al-Qur’an) dan Rasul-Nya (al-Hadist) dengan konsisten, loyal, konsekuen dan aplikatif. Alternatif ini adala suatu keniscayaan yang tidak bisa dibantah.



Buletin Istinbat, Edisi 106